Friday, May 3, 2013

Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional





Tiga puluh enam tahun yang lalu, tepatnya tahun 1976, saya memulai sekolah di Taman Muda ( Sekolah SD di Tamansiswa), 5 tahun setelah itu masuk di Taman Dewasa ( Sekolah SMP di Tamansiswa) . Tahun 1988 saya mulai menjadi guru di Taman Dewasa ( SMP Tamansiswa ) Cibadak sampai dengan tahun 2005.
Sejak itu saya diangkat jadi PNS dan sekarang mengajar di SMP Negeri 3 Cibadak. Sebuah perjalanan pendidikan yang tak bisa di lepaskan dari sosok seorang Soewardi Suryaningrat ( lebih terkenal dengan nama Ki Hajar Dewantara), Bapak Pendidikan kita semua, yang tanggal kelahirannya, 2 Mei di peringati sebagai Hari Pendidikan Nasional.


Ki Hajar Dewantara terkenal dengan ajarannya Sistem Among ( Tutwuri handayani, Ing Madya mangun karsa, Ing ngarsa sung tulada) di Tamansiswa, ialah suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan 1) Kodrat Alam, sebagai syarat untuk mencapai kemajuan dengan secepatcepatnya dan sebaik-baiknya; 2) Kemerdekaan, sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka. Sistem tersebut menurut cara berlakunya, juga disebut sistem Tut wuri Handayani.

Apa yang terjadi sekarang ini? Dunia pendidikan di hebohkan dengan tawuran antar pelajar mulai dari anak-anak SMP, SMA/SMK sampai perguruan tinggi, hampir setiap hari menghiasi surat kabar dan Televisi. Para guru rame mencari metode dan model pengajaran yang relevan dengan era dan jaman yang serba digital. Mereka lupa, bahwa kita punya seorang pahlawan pendidikan yang harus nya jadi tauladan dan panutan para siswa dan pendidik di negeri ini. Kita kehilangan karakter dan kepribadian bangsa. Erosi sikap dan perilaku sudah menjalar di setiap aktifitas para siswa dan guru.

Kilas balik Sang Pahlawan Pendidikan Nasional kita. Beliau di lahirkan pada tanggal 2 Mei 1889. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah sistem Among yang terdiri dari tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan). Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 28 April 1959 dan dimakamkan di Yogyakarta.
SUMBER

No comments:

Post a Comment